Kamis, 15 Desember 2016

APBN Untuk Kesejahteraan Rakyat

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) disusun sebagai bentuk perencaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan negara. Yuk kita pelajari dan kita awasi penggunaannya untuk Kesejahteraan Bangsa Indonesia


Istilah kesejahteraan berasal dari kata sejahtera yang berarti aman sentosa dan makmur dan dapat berarti selamat terlepas dari gangguan. Sedangkan kesejahteraan diartikan dengan hal atau keadaan sejahtera, keamanan, keselamatan dan ketentraman .

Istilah kesejahteraan erat kaitannya dengan tujuan Negara Indonesia. Negara didirikan, dipertahankan dan dikembangkan untuk kepentingan seluruh rakyat yaitu untuk menjamin dan memajukan kesejahteraan umum. Hal ini secara nyata dituangkan dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:
”kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesa yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang dasar Negara Indonesia”.


Mari kita lihat data BPJS yang telah diperbaharui :


Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Provinsi, 2015 – 2016

Provinsi
2015
2016
Februari
Agustus
Februari
Agustus
 Aceh
7.73
9.93
8.13
7.57
 Sumatera Utara
6.39
6.71
6.49
5.84
 Sumatera Barat
5.99
6.89
5.81
5.09
 Riau
6.72
7.83
5.94
7.43
 Jambi
2.73
4.34
4.66
4.00
 Sumatera Selatan
5.03
6.07
3.94
4.31
 Bengkulu
3.21
4.91
3.84
3.30
 Lampung
3.44
5.14
4.54
4.62
 Kepulauan Bangka Belitung
3.35
6.29
6.17
2.60
 Kepulauan Riau
9.05
6.20
9.03
7.69
 DKI Jakarta
8.36
7.23
5.77
6.12
 Jawa Barat
8.40
8.72
8.57
8.89
 Jawa Tengah
5.31
4.99
4.20
4.63
 DI Yogyakarta
4.07
4.07
2.81
2.72
 Jawa Timur
4.31
4.47
4.14
4.21
 Banten
8.58
9.55
7.95
8.92
 Bali
1.37
1.99
2.12
1.89
 Nusa Tenggara Barat
4.98
5.69
3.66
3.94
 Nusa Tengggara Timur
3.12
3.83
3.59
3.25
 Kalimantan Barat
4.78
5.15
4.58
4.23
 Kalimantan Tengah
3.14
4.54
3.67
4.82
 Kalimantan Selatan
4.83
4.92
3.63
5.45
 Kalimantan Timur
7.17
7.50
8.86
7.95
 Kalimantan Utara
5.79
5.68
3.92
5.23
 Sulawesi Utara
8.69
9.03
7.82
6.18
 Sulawesi Tengah
2.99
4.10
3.46
3.29
 Sulawesi Selatan
5.81
5.95
5.11
4.80
 Sulawesi Tenggara
3.62
5.55
3.78
2.72
 Gorontalo
3.06
4.65
3.88
2.76
 Sulawesi Barat
1.81
3.35
2.72
3.33
 Maluku
6.72
9.93
6.98
7.05
 Maluku Utara
5.56
6.05
3.43
4.01
 Papua Barat
4.61
8.08
5.73
7.46
 Papua
3.72
3.99
2.97
3.35
 Indonesia
5.81
6.18
5.50
5.61



Jumlah Desa yang Memiliki Fasilitas Sekolah
Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan

Provinsi
SD
SMP
SMU
SMK
Perguruan Tinggi
2011
2014
2011
2014
2011
2014
2011
2014
2011
2014
Aceh
3227
3358
1023
1176
497
582
127
165
120
118
Sumatera Utara
4725
4957
1912
2091
923
974
504
608
181
177
Sumatera Barat
987
1100
611
674
279
333
137
146
113
98
Riau
1602
1779
957
1096
425
497
163
205
63
65
Jambi
1326
1457
651
727
262
303
99
129
33
45
Sumatera Selatan
2875
2938
1143
1222
532
565
150
188
84
81
Bengkulu
1148
1180
403
445
134
156
66
77
24
29
Lampung
2350
2499
1242
1331
517
569
232
293
60
71
Kep. Bangka Belitung
356
375
169
181
68
69
37
39
14
16
Kep. Riau
331
390
202
224
90
104
45
53
20
32
Dki Jakarta
264
264
251
253
222
223
185
201
137
146
Jawa Barat
5891
5949
3632
3969
1618
1823
1078
1467
351
411
Jawa Tengah
8469
8461
3334
3469
1126
1195
883
1070
228
235
Di Yogyakarta
437
438
305
309
136
134
128
135
56
59
Jawa Timur
8442
8450
4259
4468
1873
2095
980
1181
353
381
Banten
1526
1543
1111
1182
546
597
302
386
118
126
Bali
709
709
302
309
139
139
104
112
42
44
Nusa Tenggara Barat
1073
1130
773
854
422
485
164
203
65
73
Nusa Tenggara Timur
2836
3129
1059
1391
289
428
147
217
55
58
Kalimantan Barat
1895
2028
864
1000
283
324
108
126
47
50
Kalimantan Tengah
1493
1540
602
721
190
225
78
104
15
21
Kalimantan Selatan
1856
1869
693
745
251
277
69
91
52
47
Kalimantan Timur
1204
970
577
498
246
223
117
143
49
46
Kalimantan Utara
-
299
-
133
-
49
-
24
-
9
Sulawesi Utara
1467
1537
635
670
212
218
121
147
58
62
Sulawesi Tengah
1718
1882
751
860
235
276
103
138
31
36
Sulawesi Selatan
2862
2929
1446
1655
623
699
238
280
164
148
Sulawesi Tenggara
1740
1837
715
814
285
332
84
123
67
40
Gorontalo
629
658
322
350
80
88
40
46
15
11
Sulawesi Barat
612
627
294
348
97
121
58
93
20
23
Maluku
901
1017
452
535
187
222
69
86
34
40
Maluku Utara
985
1092
440
514
175
221
72
102
17
20
Papua Barat
774
835
180
233
82
102
35
39
24
29
Papua
1640
1979
408
518
142
176
79
95
41
54
Indonesia
68350
71205
31718
34965
13186
14824
6802
8512
2751
2901



Jumlah Desa/Kelurahan Yang Memiliki Sarana Kesehatan Menurut Provinsi (Desa)

Provinsi
Rumah Sakit
Rumah Sakit Bersalin
Poliklinik
Puskesmas
Puskesmas Pembantu
2011
2014
2011
2014
2011
2014
2011
2014
2011
2014
Aceh
53
64
60
50
155
210
322
353
863
981
Sumatera Utara
171
178
258
192
735
872
535
585
1757
1858
Sumatera Barat
45
48
111
63
85
98
250
274
623
691
Riau
45
59
99
76
215
265
201
229
798
913
Jambi
28
35
46
32
30
62
173
196
551
635
Sumatera Selatan
48
59
79
57
109
134
296
350
797
911
Bengkulu
16
18
11
8
25
30
180
177
403
444
Lampung
37
46
159
100
265
312
273
320
757
833
Kep. Bangka Belitung
13
16
21
60
24
33
58
62
154
163
Kep. Riau
22
25
36
21
38
64
68
77
187
224
Dki Jakarta
97
99
159
140
233
236
246
249
-
-
Jawa Barat
205
244
548
341
1355
1499
1029
1074
1523
1835
Jawa Tengah
231
247
786
428
820
1035
866
881
1805
1823
Di Yogyakarta
47
55
84
59
140
146
120
121
304
306
Jawa Timur
243
274
556
307
720
873
951
987
2211
2327
Banten
52
60
155
111
388
445
218
233
246
279
Bali
35
39
49
26
50
57
115
119
441
487
Nusa Tenggara Barat
17
22
13
11
32
55
151
165
509
532
Nusa Tenggara Timur
36
40
21
16
96
99
333
377
893
980
Kalimantan Barat
27
35
33
18
51
81
233
258
691
806
Kalimantan Tengah
17
17
14
7
38
74
178
200
864
993
Kalimantan Selatan
26
27
16
12
81
94
223
234
507
505
Kalimantan Timur
39
31
37
31
90
113
212
193
688
684
Kalimantan Utara
-
7
-
2
-
13
-
50
-
176
Sulawesi Utara
32
35
34
27
37
53
172
212
429
508
Sulawesi Tengah
20
20
14
10
24
34
171
182
631
676
Sulawesi Selatan
60
63
76
70
109
134
419
447
1207
1324
Sulawesi Tenggara
24
22
17
11
16
25
242
266
393
474
Gorontalo
10
12
4
1
8
9
83
96
187
224
Sulawesi Barat
8
8
1
1
2
12
83
93
200
239
Maluku
20
27
5
6
16
31
160
188
337
438
Maluku Utara
16
17
3
1
9
14
112
130
190
263
Papua Barat
13
14
6
2
29
30
124
144
298
434
Papua
30
43
12
10
74
154
273
386
606
983
Indonesia
1783
2006
3523
2307
6099
7396
9070
9908
22050
24949

Dari ketiga tabel di atas dapat diambil kesimpulan secara umum, Negara kita belum mencapai derajat sejahtera. Namun kabar baiknya, dari tahun ke tahun terjadi perubahan kearah yang lebih baik.

Hal ini tentu menjadi permasalahan yang harus diselesaikan oleh pemerintah melalui program-program peningkatan kesejahteraan rakyat. Program-program ini tentunya dalam pelaksanaannya membutuhkan dana, disinilah akan terlihat peranan APBN.


Pengertian APBN menurut Pasal 23 UUD 1945 Ayat 1 “ Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara” Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat”

Dari kedua pengertian ini dapat kita ambil kesimpulan APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Untuk menambah pemahaman Anda tentang APBN, Anda bisa menyimak elearning APBN di bawah ini

Apabila Anda perhatikan  point-point indikator kesejahteraan ini  : 1) jumlah dan pemerataan pendapatan, 2) pendidikan yang semakin mudah untuk dijangkau, dan 3) kualitas kesehatan yang semakin meningkat dan merata.

Maka Anda akan melihat titik fokusnya adalah Sumber Daya Manusia. Oleh karena itu pada APBN 2017 dalam pembangunan Sumber Daya Manusia, menetapkan anggaran kesehatan sebesar 5%  (104 triliun rupiah) dan untuk anggaran pendidikan sebesar 20% (406,1 triliun rupiah) dari belanja Negara.

Informasi mengenai APBN 2017 secara lengkap bisa Anda peroleh di website Kementerian Keuangan Republik Indonesia 




Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2016 (disingkat APBN 2016) adalah rencana keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk tahun 2016. Rancangan Undang-undang (RUU) ABPN 2016 disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada Rapat Paripurna DPR-RI tanggal 14 Agustus 2015. Pengesahan RUU APBN 2016 oleh DPR ditargetkan akan dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2015 namun ditunda hingga akhirnya disahkan oleh DPR tanggal 31 Oktober 2015. Penundaan pengesahan APBN 2016 akibat hampir semua fraksi di DPR menyoroti asumsi penerimaan fiskal yang terlampau optimistis dan yang paling mengemuka adalah penyertaan modal negara (PMN) yang akan disuntikkan kepada 26 BUMN


RAPBN tahun 2016 disusun berdasarkan pokok-pokok kebijakan fiskal dengan tema “Penguatan Pengelolaan Fiskal dalam Rangka Memperkokoh Fundamental Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas”. Sejalan dengan hal tersebut maka strategi yang ditempuh adalah:
  1. memperkuat stimulus yang diarahkan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan penguatan daya saing;
  2. meningkatkan ketahanan fiskal dan menjaga terlaksananya program-program prioritas di tengah tantangan perekonomian global; dan
  3. mengendalikan risiko dan menjaga kesinambungan fiskal dalam jangka menengah dan panjang

Asumsi Dasar Ekonomi Makro 

IndikatorAsumsi Dasar
RAPBN APBN RAPBN-PAPBN-P
Pertumbuhan ekonomi (%,yoy)5,55,3n/an/a
Inflasi (%,yoy)4,74,7n/an/a
Tingkat bunga SPN 3 bulan (%)5,55,5n/an/a
Rupiah (Rp/US$)13.40013.900n/an/a
Harga minyak mentah Indonesia (US$/barel)6050n/an/a
Lifting minyak (barel/hari)830.000830.000n/an/a
Lifting gas (ribu barel setara minyak per hari)1.1551.155n/an/a
Berikut ringkasan anggaran APBN tahun 2016 dalam triliun rupiah:
UraianRAPBN APBNRPBN-PAPBN-P
Pendapatan Negara1.848,11.822,5n/an/a
Penerimaan Perpajakan1.565,81.546,7n/an/a
Penerimaan Negara Bukan Pajak280,2273,8n/an/a
Penerimaan Hibah2,02,0n/an/a
Belanja Negara2.121,32.095,7n/an/a
Belanja Pemerintah Pusat1.339,11.325,6n/an/a
Transfer ke daerah dan Dana Desa782.2770,2n/an/a
Keseimbangan Primer(89,8)(88,2)n/an/a
Surplus/Defisit(273,2)(273,2)n/an/a
 % defisit terhadap PDB(2,1)(2,15)n/an/a
Pembiayaan Netto273,2273,2n/an/a

Berikut Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi dalam APBN tahun 2016 dalam triliun rupiah:

KodeFungsiRAPBN APBNRAPBN-PAPBN-P
01Pelayanan umum764,0316,5n/an/a
02Pertahanan95,899,6n/an/a
03Ketertiban dan keamanan56,9109,8n/an/a
04Ekonomi189,5360,2n/an/a
05Lingkungan hidup13,212,1n/an/a
06Perumahan dan fasilitas umum23,134,7n/an/a
07Kesehatan18,767,2n/an/a
08Pariwisata dan ekonomi kreatif7,97,4n/an/a
09Agama7,69,8n/an/a
10Pendidikan dan kebudayaan146,1150,1n/an/a
11Perlindungan sosial16,2158,1n/an/a
Jumlah1.339,11.325,6n/an/a

Berikut adalah alokasi anggaran belanja Kementerian/Lembaga tahun 2016 dalam miliar rupiah:

NoKode BAKementerian Negara / LembagaRAPBN APBNRAPBN-PAPBN-P
1001Majelis Permusyawaratan Rakyat953,3953,3
2002Dewan Perwakilan Rakyat4.660,05.223,3
3004Badan Pemeriksa Keuangan3.600,93.471,2
4005Mahkamah Agung8.964,98.964,9
5006Kejaksaan Republik Indonesia4.706,04.527,6
6007Sekretariat Negara2.223,72.158,5
7010Kementerian Dalam Negeri4.968,15.124,5
8011Kementerian Luar Negeri7.286,47.331,3
9012Kementerian Pertahanan95.919,899.462,1
10013Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia10.131,69.531,9
11015Kementerian Keuangan40.499,539.278,3
12018Kementerian Pertanian32.853,131.507,2
13019Kementerian Perindustrian3.339,23.256,7
14020Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral8.894,18.563,9
15022Kementerian Perhubungan50.160,448.465,6
16023Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan49.232,849.232,8
17024Kementerian Kesehatan64.804,563.481,6
18025Kementerian Agama58.482,157.120,5
19026Kementerian Ketenagakerjaan3.804,83.801,7
20027Kementerian Sosial15.289,414.681,0
21029Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan6.301,06.113,9
22032Kementerian Kelautan dan Perikanan15.801,213.801,2
23033Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat103.812,2104.080,7
24034Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan192,7292,7
25035Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian361,6361,6
26036Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan487,4487,4
27040Kementerian Pariwisata5.643,35.409,0
28041Kementerian Badan Usaha Milik Negara345,0345,0
29042Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi37.988,040.627,4
30044Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah1.278,01.233,2
31047Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak1.269,3769,3
32048Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi205,4205,4
33050Badan Intelijen Negara1.592,62.018,3
34051Lembaga Sandi Negara805,4905,4
35052Dewan Ketahanan Nasional46,046,0
36054Badan Pusat Statistik5.656,95.439,7
37055Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
1.463,91.463,9
38056Kementerian Agraria dan Tata Ruang/
Badan Pertanahan Nasional
6.585,36.387,9
39057Perpustakaan Nasional Republik Indonesia701,1701,1
40059Kementerian Komunikasi dan Informatika5.221,05.174,3
41060Kepolisian Negara Republik Indonesia67.232,773.002,9
42063Badan Pengawas Obat dan Makanan1.617,41.617,4
43064Lembaga Ketahanan Nasional314,3314,3
44065Badan Koordinasi Penanaman Modal520,9520,9
45066Badan Narkotika Nasional1.416,11.367,8
46067Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi7.269,38.554,5
47068Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional3.864,73.864,7
48074Komisi Nasional Hak Asasi Manusia94,094,0
49075Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika1.607,21.554,5
50076Komisi Pemilihan Umum1.716,51.648,1
51077Mahkamah Konstitusi250,4250,4
52078Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan190,0190,0
53079Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia1.216,11.178,2
54080Badan Tenaga Nuklir Nasional814,9814,9
55081Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi977,1977,1
56082Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional777,5777,5
57083Badan Informasi Geospasial865,5865,5
58084Badan Standardisasi Nasional146,9246,9
59085Badan Pengawas Tenaga Nuklir190,8190,8
60086Lembaga Administrasi Negara273,1273,1
61087Arsip Nasional Republik Indonesia166,7206,7
62088Badan Kepegawaian Negara555,2555,2
63089Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan1.678,61.633,4
64090Kementerian Perdagangan4.036,63.952,7
65092Kementerian Pemuda dan Olah Raga2.851,63.302,3
66093Komisi Pemberantasan Korupsi1.101,11.061,5
67095Dewan Perwakilan Daerah1.069,61.027,0
68100Komisi Yudisial148,9148,9
69103Badan Nasional Penanggulangan Bencana986,91.186,9
70104Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia415,0415,0
71105Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo500,0500,0
72106Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah240,8240,8
73107Badan SAR Nasional1.987,72.432,4
74108Komisi Pengawas Persaingan Usaha116,5116,5
75109Badan Pengembangan Wilayah Surabaya - Madura318,6318,6
76110Ombudsman Republik Indonesia146,3146,3
77111Badan Nasional Pengelola Perbatasan200,6200,6
78112Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam1.169,81.169,8
79113Badan Nasional Penanggulangan Terorisme331,9531,9
80114Sekretariat Kabinet222,8222,8
81115Badan Pengawas Pemilihan Umum446,9446,9
82116Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia864,4864,4
83117Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia930,3930,3
84118Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Sabang261,4261,4
85119Badan Keamanan Laut334,8334,8
86120Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman250,0500,0
87121Badan Ekonomi Kreatif1.157,71.113,8
Jumlah780.377,9784.125,7


Mengenal APBN

 
Mari belajar mengenal lebih dekat apa itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau yang lebih dikenal dengan istilah APBN. Sebelum masuk ke materi APBN ada beberapa istilah dan konsep yang harus dipahami terlebih dahulu. Yuk kita mulai belajar..
1. Keuangan Negara 
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, khususnya pasal 1 dan 2 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Keuangan negara tersebut meliputi: 
  1. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang dan melakukan pinjaman; 
  2. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; 
  3. Penerimaan negara dan penerimaan daerah; 
  4. Pengeluaran negara dan pengeluaran daerah; 
  5. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak berupa uang, surat 
    berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk 
    kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah; 
  6. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas 
    pemerintahan dan/atau kepentingan umum; 
  7. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. 
Selanjutnya, dalam undang-undang tersebut pengelolaan keuangan negara diatur pada pasal 3 yaitu, keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan tersebut mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. 


1.A. Ruang Lingkup Keuangan Negara 

Perumusan keuangan negara dapat ditinjau melalui pendekatan dari sisi obyek, subyek, proses dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 
Dari sisi subyek, keuangan negara meliputi keseluruhan pelaku yang terkait dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. 

Dari sisi proses, seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. 

Dari sisi tujuan, seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. 


1.B. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara 

Penyelenggaraan fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang, akan menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. Hal ini perlu dikelola dalam suatu system pengelolaan keuangan negara. Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara diatur dalam bab II Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada pasal 6 ayat (1) diatur bahwa Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Dalam penjelasan pasal tersebut diatur bahwa kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. 

Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, dan prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja Kementerian Negara/Lembaga (K/L), penetapan gaji dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan penerimaan negara. 

Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/ kebijakan teknis yang berkaitan dengan pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara. 
1.B.1 Pembagian Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara 
Pembagian kekuasaan pengelolaan keuangan Negara dapat digambarkan dalam bagan berikut:


Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan pengelolaan keuangan negara, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada :
1) Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan
kekayaan negara yang dipisahkan. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya berperan sebagai Chief Financial of Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia.

Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut (a) menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, (b) menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN, (c) mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran, (d) melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan, (e) melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang- undang, (f) melaksanakan fungsi bendahara umum negara, (g) menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN, (f) melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.

Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan. 

2) Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief of Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan, yang mempunyai tugas sebagai berikut (a) menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, (b) menyusun dokumen pelaksanaan anggaran, (c) melaksanakan anggaran kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya, (d) melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke kas negara, (e) mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya, (f) mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya, (g) menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya, (h) melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan undang-undang. 

3). Gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, kekuasaan pengelolaan keuangan daerah diatur sebagai berikut: 

  1. dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD dengan tugas sebagai berikut: 
    • -  menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD; 
    • -  menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD; 
    • -  melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah; 
    • -  melaksanakan fungsi bendahara umum daerah; 
    • -  menyusun laporan keuangan yang merupakan per-tanggungjawaban pelaksanaan 
      APBD. 
  2. dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna 
    anggaran/barang daerah, dengan tugas sebagai berikut:
  • -  menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya; 
  • -  menyusun dokumen pelaksanaan anggaran; 
  • -  melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya; 
  • -  melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak; 
  • - mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
  • - mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerjaperangkat daerah yang dipimpinnya;
  • - menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.

  • Sebagai catatan, pembagian kekuasaan pengelolaan keuangan negara seperti tersebut di atas tidak mencakup kewenangan di bidang moneter, yang antara lain meliputi kewenangan untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 D bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan independensinya diatur dengan undang-undang. Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 21, Pemerintah Pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter.

  • Prinsip pembagian kekuasaan perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme koordinasi (checks and balances) serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. 
1.B.2 Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara/Daerah, Perusahaan Swasta serta Badan Pengelola Dana Masyarakat 

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18A ayat (2) menyatakan bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Selanjutnya dalam bab V dan VI undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara diamanatkan bahwa:
a. Pemerintah Pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter;  
b. Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada Pemerintah Daerah; 
c. Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah, Lembaga Asing atau sebaliknya (dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat); 

  1. Pemerintah Daerah dapat memberikan pinjaman kepada/menerima pinjaman dari daerah lain (dengan persetujuan DPRD); 
  2. Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/ penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah yang terlebih dahulu harus ditetapkan dalam APBN/APBD; 
  3. Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan negara; 
  4. Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan daerah; 
  5. Pemerintah Pusat dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi perusahaan negara setelah 
    mendapat persetujuan DPR; 
  6. Pemerintah Daerah dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi perusahaan daerah 
    setelah mendapat persetujuan DPRD; 
  7. Dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah Pusat dapat 
    memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta 
    setelah mendapat persetujuan DPR; 
  8. Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana 
    masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Pusat; 
  9. Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola 
    dana masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Daerah. 

2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 

APBN adalah undang-undang, sehingga merupakan kesepakatan antara Pemerintah dan DPR, sebagaimana disebutkan dalam pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang dimaksud dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 

Pemerintah menyusun APBN setiap tahun dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara. APBN tersebut harus dikelola secara tertib dan bertanggung jawab sesuai kaidah umum praktik penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik. Sesuai pasal 26 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Kebijakan fiskal adalah salah satu perangkat kebijakan ekonomi makro dan merupakan kebijakan utama pemerintah yang diimplementasikan melalui APBN. Kebijakan ini memiliki peran yang penting dan sangat strategis dalam mempengaruhi perekonomian, terutama dalam upaya mencapai target-target pembangunan nasional. Peran tersebut terkait dengan tiga fungsi utama pemerintah, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi. APBN harus didesain sesuai dengan fungsi tersebut, dalam upaya mendukung penciptaan akselerasi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas. 

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dijelaskan: fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian; fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental ekonomi. 

Fungsi alokasi berkaitan dengan intervensi Pemerintah terhadap perekonomian dalam mengalokasikan sumber daya ekonominya, sedangkan fungsi distribusi berkaitan dengan pendistribusian barang-barang yang diproduksi oleh masyarakat. Peran penting kebijakan fiskal dalam redistribusi dan alokasi anggaran pemerintah antara lain adalah penanggulangan kemiskinan, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam konteks ini, kebijakan fiskal dapat dipergunakan untuk mempengaruhi sektor-sektor ekonomi atau kegiatan tertentu, untuk menyeimbangkan pertumbuhan pendapatan antarsektor ekonomi, antardaerah, atau antargolongan pendapatan. Peran kebijakan fiskal juga penting dalam menanggulangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam, wabah penyakit, dan konflik sosial. 

Fungsi stabilisasi berkaitan dengan upaya menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja ekonomi, sehingga perekonomian tetap pada kesempatan kerja penuh (full employment) dengan harga yang stabil. Fungsi stabilisasi yang ditujukan untuk meminimalisir volatilitas atau fluktuasi dalam perekonomian, merupakan esensi utama kebijakan APBN. Dengan peran stabilisasinya, kebijakan fiskal dipandang sebagai salah satu alat yang efektif untuk memperkecil siklus bisnis. Sejarah kebijakan fiskal Indonesia menunjukkan bukti tersebut selama periode krisis ekonomi 1997/1998, dan krisis 2009. Kebijakan ekspansif fiskal melalui pengalokasian stimulus fiskal pada tahun 2009 mampu menahan ekonomi Indonesia dari dampak krisis, bahkan mampu membuat ekonomi tumbuh positif di tengah kondisi melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia. Stabilitas ekonomi terjaga, dan kesehatan fiskal dapat diwujudkan. Tentu saja, hal tersebut dapat diwujudkan tidak semata melalui kebijakan fiskal yang tepat, tetapi didukung oleh kebijakan moneter dan kebijakan lain yang saling bersinergi. 

3. Struktur Utama APBN dan Asumsi 

Secara garis besar struktur APBN adalah, (a) Pendapatan Negara dan Hibah, (b) Belanja Negara, (c) Keseimbangan Primer, (d) Surplus/Defisit Anggaran, (e) Pembiayaan. Asumsi dasar makro ekonomi sangat berpengaruh pada besaran komponen dalam struktur APBN. Asumsi dasar tersebut adalah (a) pertumbuhan ekonomi, (b) inflasi, (c) tingkat bunga SPN 3 bulan, (d) nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, (e) harga minyak dan (f) produksi/lifting minyak atau (g) lifting gas. Struktur APBN dituangkan dalam suatu format yang disebut I-account. Dalam beberapa hal, isi dari I-account sering disebut postur APBN. Penjelasan lebih lanjut mengenai komponen dalam struktur APBN terdapat pada poin yang membahas mengenai postur APBN. 

Tabel 1.1 menunjukkan I-Account ringkas APBN dan APBN-P disertai besaran asumsi dasar ekonomi makro yang dipakai sebagai dasar. Dari tabel dapat dilihat pengaruh perubahan asumsi dasar ekonomi makro terhadap perubahan angka dari APBN menjadi APBN-P.;  

3.A. Faktor-faktor Penentu APBN  

Beberapa faktor penentu postur APBN antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut: 

  1.  Pendapatan Negara 
    Besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (1) indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro ekonomi; (2) kebijakan pendapatan negara; (3) kebijakan pembangunan ekonomi; (4) perkembangan pemungutan pendapatan negara secara umum; dan (5) kondisi dan kebijakan lainnya. Contohnya, target penerimaan negara dari SDA migas turut dipengaruhi oleh besaran asumsi lifting minyak bumi, lifting gas, ICP, dan asumsi nilai tukar. Target penerimaan perpajakan ditentukan oleh target inflasi serta kebijakan pemerintah terkait perpajakan seperti perubahan besaran pendapatan tidak kena pajak (PTKP), upaya ekstensifikasi peningkatan jumlah wajib pajak dan lainnya. 
  2. Belanja Negara 
    Besaran belanja negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (1) asumsi dasar makro ekonomi; (2) kebutuhan penyelenggaraan negara; (3) kebijakan pembangunan; (4) resiko (bencana alam, dampak krisis global) dan (4) kondisi dan kebijakan lainnya. Contohnya, besaran belanja subsidi energi dipengaruhi oleh asumsi ICP, nilai tukar, serta target volume BBM bersubsidi. 
  3. Pembiayaan 
    Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (1) asumsi dasar  makro ekonomi; (2) kebijakan pembiayaan; dan (3) kondisi dan kebijakan lainnya.

Tabel 1.1 I-Account Ringkas dan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2009 - 2012
4. Dasar Hukum APBN 

Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum yang paling tinggi dalam struktur perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu pengaturan mengenai keuangan negara selalu didasarkan pada undang-undang ini, khususnya dalam bab VIII Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV pasal 23 mengatur tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

Bunyi pasal 23:
ayat (1): “Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
ayat (2): “Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah”. Berdasarkan hal tersebut maka Pemerintah bersama-sama DPR menyusun Rancangan Undang-Undang APBN untuk nantinya ditetapkan, sehingga akan menjadi dasar bagi Pemerintah dalam mengelola APBN dan bagi DPR sebagai alat pengawasan.
ayat (3): “Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu”. 


Hal ini dipertegas lagi dalam undang-undang nomor 17 tahun 2003 pasal 15 ayat (6) yang berbunyi “Apabila DPR tidak menyetujui RUU sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran sebelumnya”. 

Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mendorong terwujudnya pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan. Untuk mewujudkan tujuan dan fungsi anggaran tersebut dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR dan Pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran Undang-Undang Dasar 1945. Pengaturan peran DPR dalam proses dan penetapan APBN diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Sementara itu peran pemerintah dalam proses penyusunan APBN diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 

Sesuai amanah Undang-undang nomor 17 tahun 2003, dalam rangka penyusunan APBN telah diterbitkan Peraturan Pemerintah nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga sebagai pengganti PP nomor 21 tahun 2004 tentang hal yang sama. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur hal-hal sebagai berikut:
Pertama: pendekatan dan dasar penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L), penyusunan RKA-K/L tersebut disusun untuk setiap Bagian Anggaran, Penyusunan RKA-K/L menggunakan pendekatan a) kerangka pengeluaran jangka menengah, b) Penganggaran terpadu, dan c) penganggaran berbasis kinerja. Selain itu RKA-K/L juga disusun menurut klasifikasi organisasi, fungsi dan jenis belanja, serta menggunakan instrumen a) indikator kinerja, b) standar biaya, c) evaluasi kinerja. 

Kedua: mengatur tentang proses penyusunan RKA-K/L dan penggunaannya dalam penyusunan rancangan APBN. Proses penyusunan RKA-K/L pada dasarnya mengatur tentang proses yang dimulai dari penetapan arah kebijakan oleh Presiden dan prioritas pembangunan nasional sampai dengan tersusunnya RKA-K/L, serta peranan dari Kementerian Perencanaan, Kementerian Keuangan dan Kementerian Negara/Lembaga lainnya. RKA-K/L yang telah disusun tersebut digunakan sebagai bahan penyusunan nota keuangan, Rancangan APBN, Rancangan Undang- Undang tentang APBN dan dokumen pendukung pembahasan Rancangan APBN. 

5 Format dan Postur APBN 
5.1 Format (Bentuk Rekening) APBN 

Sejak APBN tahun 2000, Indonesia mulai menggunakan format I-account untuk menggantikan format sebelumnya, yaitu T-account. Pada format T-account, pencantuman untuk penerimaan berada di sebelah kiri dan belanja di sebelah kanan serta menggunakan prinsip berimbang dan dinamis. Sedangkan pada format I-account, pencantuman pendapatan dan belanja berada pada satu kolom, sehingga dapat terlihat besaran surplus/ defisit yang didapat dari besaran pendapatan negara dikurangi besaran belanja negara. Lebih jauh lagi, jika terdapat defisit maka besaran pembiayaan untuk menutupinya pun dapat dilihat dalam format I-account

Terdapat beberapa keuntungan dengan penggunaan format I-account ini, diantaranya adalah meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN, mempermudah pemantauan dalam pelaksanaan pengelolaan APBN, serta karena disesuaikan dengan Government Finance Statistic(GFS), yang merupakan standar internasional, maka memudahkan dalam analisa komparasi dengan APBN pada negara-negara lain, serta memudahkan pelaksanaan desentralisasi fiskal dan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 

 Gambar 1.2 Perubahan Format Bentuk Struktur APBN 

Pada T-account, pinjaman proyek bersifat in-out yaitu masuk dalam penerimaan negara sebagai penerimaan pembangunan dan juga masuk dalam pengeluaran negara sebagai pengeluaran pembangunan, sedangkan pada I-account pinjaman proyek dimasukkan dalam pembiayaan anggaran. Selain itu pembayaran bunga dan cicilan utang pada T-account dijadikan satu dalam pengeluaran rutin, sedangkan pada I-account pembayaran bunga utang dan cicilan utang terpisah, yaitu pembayaran bunga utang termasuk dalam pengeluaran rutin, sedangkan pembayaran utang/ pembayaran cicilan pokok termasuk dalam pembiayaan anggaran. Akibatnya untuk tahun yang sama jumlah penerimaan maupun pengeluaran pada APBN format T-account berbeda dengan APBN format I-account, namun secara kumulatif jumlahnya sama.  
Tabel 1.2 APBN dalam Format T-account dan I-account

Sejak tahun anggaran 2005, sejalan dengan UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pemerintah mulai menjalankan format Belanja Negara (khususnya Belanja Pemerintah Pusat) yang mengacu kepada kaidah-kaidah yang berlaku secara internasional. Sebelumnya, pemerintah menggunakan anggaran “dual budgeting” di mana dipisahkan antara Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan. Salah satu tujuannya adalah untuk menekankan pentingnya pembangunan, namun dalam pelaksanaannya ditemui beberapa kelemahan antara lain : (1) kurang jelasnya pemisahan antara belanja rutin dan belanja pembangunan yang menyebabkan terjadinya duplikasi belanja; (2) kurang efisien dalam penyusunan belanja karena untuk satu jenis belanja terdapat akun untuk belanja rutin dan akun untuk belanja pembangunan; dan juga kesulitan dalam mengaitkan output/outcome dengan penganggaran organisasi terutama untuk belanja pembangunan, mengingat proyek sifatnya sementara dan keberlanjutan tanggung jawab atas asset serta kewajiban dari suatu proyek yang sudah selesai masih kurang jelas. Maka mulai tahun 2005 digunakan “unified budgeting”, di mana tidak ada lagi pemisahan antara belanja rutin dan belanja pembangunan. 

Belanja Pemerintah Pusat terdiri atas 8 jenis belanja, yaitu : Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembayaran Bunga Utang, Subsidi, Belanja Hibah, Bantuan Sosial dan Belanja Lain-lain. Beberapa perubahan dalam belanja yang cukup signifikan antara lain: gaji/upah proyek yang sebelumnya merupakan belanja pembangunan maka diklasifikasikan sebagai Belanja Pegawai; Pengeluaran Pembangunan diklasifikasikan lagi menjadi Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, dan Belanja Lain-lain sesuai dengan belanjanya; belanja-belanja yang sifatnya mengandung nama “lain-lain” dan tersebar pada hampir semua pos belanja diklasifikasikan sebagai Belanja Lain-lain. 

Konversi jenis belanja lengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.4. Dengan perubahan-perubahan tersebut diharapkan juga peningkatan efisiensi anggaran dengan tidak adanya lagi belanja yang tumpang tindih (duplikasi belanja). 

 Tabel 1.3 Format T-account dan I-account APBN

5.2 Postur APBN 
Penyusunan postur APBN dimulai dari pemerintah terlebih dahulu menetapkan parameter/ asumsi dasar makro ekonomi, yang terdiri atas enam (6) parameter yaitu : (i) pertumbuhan ekonomi (%); (ii) Tingkat inflasi (% yoy); (iii) Nilai tukar atau kurs US$ terhadap Rupiah (Rp/US$); (iv) Tingkat suku bunga (SPN 3 bulan); (v) Harga minyak dunia/ ICP (US$/barrel); dan (vi) Lifting minyak (ribu barel/ hari). Setelah ditetapkannya asumsi dasar makro ekonomi tersebut, barulah diproyeksikan besaran komponen-komponen lainnya yang merupakan postur APBN, yang terbagi atas tiga (3) kelompok besar : (i) Pendapatan Negara dan Hibah; (ii) Belanja Negara; dan (iii) Pembiayaan. Besaran komponen-komponen tersebut disesuaikan dengan kebijakan umum pemerintah dalam pengelolaan APBN, apakah bersifat balanced budget (besaran Pendapatan Negara dan Hibah sama dengan besaran Belanja Negara atau zero deficit) ataukah ekspansif (besaran Belanja Negara lebih besar dari pada besaran Pendapatan Negara dan Hibah atau defisit). 

Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang dimaksud dengan (a) Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara, (b) Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara, (c) Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih, (d) Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih, (e) Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. 

Tiga kelompok besar komponen yang merupakan postur APBN dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut: 
1. Pendapatan Negara dan Hibah 


Pendapatan Negara dan Hibah merupakan semua penerimaan negara dalam satu (1) tahun anggaran yang menambah ekuitas dana lancar dan tidak perlu dibayar kembali oleh negara. Besaran Pendapatan Negara dan Hibah terutama dipengaruhi oleh proyeksi perkembangan ekonomi nasional dan internasional yang terkini pada asumsi dasar ekonomi, serta kebijakan pemerintah di bidang Pendapatan Negara dan hibah. Pendapatan ini terdiri dari Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah. 

Penerimaan Dalam Negeri merupakan sumber penerimaan negara terbesar, dengan menyumbangkan sekitar 99,7% dari total penerimaan negara. Hal ini terkait kebijakan pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan dalam negeri agar dapat mendukung kebijakan konsolidasi fiskal yang berkelanjutan. Penerimaan perpajakan merupakan sumber utama dengan proporsi sekitar 69-70% dari total penerimaan dalam negeri, dan pemerintah melaksanakan optimalisasi penerimaan perpajakan melalui kebijakan tax policy and administration reform yang meliputi reformasi di bidang administrasi, bidang peraturan dan perundang-undangan, bidang pengawasan dan penggalian potensi. 

2. Belanja Negara 


Belanja Negara merupakan semua pengeluaran negara dalam satu (1) tahun anggaran yang mengurangi ekuitas dana lancar dan merupakan kewajiban negara, dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh negara. Besaran belanja yang tercantum dalam APBN merupakan batas tertinggi, sehingga tidak dapat dilampaui. Belanja Negara ini memiliki peran yang strategis untuk mendukung percepatan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan dalam mencapai dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Belanja Negara terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah. Belanja Pemerintah Pusat memiliki fungsi sebagai stabilisator bagi perekonomian; saat perekonomian dalam kondisi resesi, maka dengan kebijakan Belanja Pemerintah Pusat yang ekspansif dapat memberikan stimulasi pada pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas serta memperkuat fundamental ekonomi makro. Sebaliknya, saat perekonomian dalam kondisi terlalu ekspansif (over heating), kebijakan Belanja Pemerintah Pusat dapat berperan untuk menstabilkan roda perekonomian menuju kondisi yang lebih kondusif. 

3. Pembiayaan 


Pembiayaan merupakan semua penerimaan negara yang harus dibayar kembali / pengeluaran negara yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya serta penjualan asset dan penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL). Pembiayaan ini muncul apabila besaran alokasi belanja melebihi besaran target pendapatan dan hibah atau terjadi defisit, agar besaran belanja yang sudah ditetapkan dalam APBN dapat dilaksanakan dengan baik. Kebijakan pemerintah untuk pembiayaan ini diutamakan berasal dari non utang dan utang dalam negeri dan juga menjaga net outflow (jumlah penarikan pinjaman lebih kecil dibandingkan dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri dan penerusan pinjaman), dikarenakan memiliki resiko yang lebih rendah (lebih fleksibel dalam mengelola portofolio utang dan resiko utang) dibandingkan pembiayaan lainnya serta memiliki multiplier effect yang positif pada perekonomian nasional.  

5.3 Surplus / Defisit APBN, SAL (Saldo Anggaran Lebih), Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SIKPA) 
Jika dalam APBN, besaran Pendapatan Negara dan Hibah lebih besar dari besaran Belanja Negara, maka APBN dikatakan mengalami surplus, namun jika sebaliknya maka APBN dikatakan mengalami defisit. APBN Indonesia dalam beberapa tahun terakhir selalu mengalami defisit. Salah satu penyebabnya adalah Indonesia ingin menetapkan tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu, sehingga sisi belanja perlu dalam level yang cukup tinggi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tersebut. Namun, di sisi lain, penerimaan negara belum mampu mengimbangi besaran kebutuhan belanja tersebut. 

Dengan rencana pemerintah untuk melaksanakan balance budget mulai tahun 2014, maka pemerintah dituntut harus mampu untuk mengoptimalkan potensi penerimaan yang ada dan mencari sumber penerimaan baru agar dapat seimbang dengan alokasi belanja negara. 

Salah satu alat untuk melihat keberlanjutan fiskal adalah keseimbangan primer, yang merupakan total penerimaan dikurangi belanja di luar pembayaran bunga utang. Agar posisi utang dapat terjaga dalam keseimbangan jangka panjang, maka nilai keseimbangan primer ini harus dijaga setidaknya mendekati nol. Jika nilai keseimbangan primer ini positif, maka posisi utang akan berkurang seiring waktu, namun sebaliknya, jika nilainya negatif maka dalam jangka panjang dapat menyebabkan peningkatan nilai utang secara signifikan, sehingga dapat membahayakan perekonomian negara. 

Dalam pelaksanaan APBN, setelah tahun anggaran berakhir, mungkin realisasi Pendapatan Negara dan Hibah serta Pembiayaan lebih besar dari realisasi Belanja Negara. Hal ini dikenal dengan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA). Contohnya, pada saat tahun anggaran berakhir, realisasi Pendapatan Negara dan Hibah melebihi target yang ditetapkan, sedangkan di sisi lain realisasi Belanja Negara lebih rendah dari alokasi dalam APBN. Namun hal ini tidak serta merta menyebabkan surplus APBN, karena pemerintah dalam beberapa tahun terakhir memiliki kebijakan belanja yang ekspansif (lebih besar dari Pendapatan Negara). Namun jika realisasi Pembiayaan menyebabkan terjadinya surplus APBN, maka dalam kondisi ini terjadi SILPA. Jika terjadi sebaliknya, kondisi di mana realisasi Pendapatan Negara dan Hibah serta Pembiayaan lebih kecil dari realisasi Belanja Negara maka terdapat Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SIKPA). Contohnya pada saat tahun anggaran berakhir, di mana realisasi Pendapatan Negara dan Hibah lebih rendah dari target APBN, sedangkan realisasi Belanja Negara cukup tinggi sehingga lebih besar dari realisasi Pendapatan Negara dan Hibah tersebut sehingga terjadi defisit. Namun, realisasi Pembiayaan ternyata lebih rendah atau tidak mampu untuk menutup defisit tersebut. Maka pada kondisi ini terjadi SIKPA. 

Akumulasi SILPA dan SIKPA dari tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran bersangkutan (setelah tutup tahun anggaran) dinamakan Saldo Anggaran Lebih (SAL). Salah satu penggunaan SAL adalah untuk membiayai defisit APBN.

"Yakinkan bahwa uang negara dibelanjakan dengan benar. Mengawasi dengan kritis dan penuh kasih sayang. Tapi Bu Sri Mulyani juga butuh kasih sayang," kata Ibu Sri Mulyani di acara seminar Supermentor 16 di Djakarta Theater XXI, Jakarta Pusat, Senin, 17 Oktober 2016. 

#SadarAPBN #KemenkeuTerpercaya

Refrensi : 
  1. http://setkab.go.id/rapbn-2016-belanja-negara-rp-2-1213-triliun-anggaran-infrastruktur-rp-3135-triliun/
  1. http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/acontent/NKRAPBN2016.pdf
  1. http://www.anggaran.depkeu.go.id/Content/Publikasi/NK%20APBN/NK%20APBN%202016.pdf
  1. http://nasional.kompas.com/read/2015/10/21/20590731/Pengesahan.RAPBN.2016.Ditunda.Ketua.DPR.Pastikan.Tak.Ada.Masalah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar